Postingan

 Khilda Jung   PILU Semalaman Mata tidak bisa kupejam Bayang baju terakhirmu, luka-lukamu, dan keranda itu Tiada yang meyangka, usia tidak bisa disangka oleh hamba-hamba   Kukira pamitmu adalah pulang ke rumahku Namun kebablasan, kau tidak sempat mampir Malah main ke rumah Tuhan   Aku merangkai bunga untuk di atas rumahmu yang baru Yang sempit, dalam, dan sunyi Bahkan siapapun takut mendiami Bahkan jangkrik saja tidak sudi melintas dan bernyanyi dalam aroma kemenyan Pagar membatasi  bagian luar; sementara daulatmu adalah sebatas nisan   Setelah itu adalah hari-hari yang bisu Tanpa tawa candamu; tanpa cerita-ceritamu setiap malam Seusai kita berciuman Seusai kau melepas hari yang melelahkan di tengah ladang-ladang para tuan Atau seusai kau mencari makan di pinggir jalan aspalan   Nanti siapa yang bakal menghidupiku lagi Selain Tuhan Bahkan Tuhan saja butuh tangan untuk memberikan makan anak-anakmu setiap hari    23 Oktober 2020    
Gambar
                                                                 Di Gusarmu Ada Aku Khilda Jung   Adakah kau mengaku rindu selama beberapa pekan tidak bertemu Setelah malam itu kau merayu agar aku tidak hendak berlalu Ikat rambutmu tetap rapi meski aku sudah hancurkan hatimu, atas penyataan pergiku Padahal hatimu kau pukul-pukul di atas kasur Padahal kain-kainmu sudah rapat-rapat kaubuka   Di matamu ada aku, Tetapi aku masih sayu Di bibirmu mengucap nama aku, Tetapi aku masih mencibirmu Di dadamu ada lemah, Dan kau butuh aku   Adakah gusarmu disebabkan oleh aku? Adakah bahagiamu karena kehadiranku di sisimu?   Di gusarmu ada aku, dan aku tidak pernah peduli itu Padahal seluruh raga jiwa sudah kau serahkan padaku Padahal seberapa jauh aku, kau adalah tempat berlabuh dan berteduh   Bandung, 13 Oktober 2020
Untuk Kekasihku Sore ini kudapati ombak menertawakan kebisuan kita. Riuhnya menampar sejuk sebelah pipiku: sunyi. Hanya deru - deru kabar yang memuaskan gelisahku. Padahal bulan lalu telah kukirimkan seperangkat sinyal pertanda rindu. Sampai pada jangkauanmu atau tidak, belum kutemukan kebenarannya. Tapak - tapak anak kecil di pasir selatan telah terisi oleh air laut yang buru - buru pasang. Lalu menghapusnya hingga tinggal sebercak kerang - kerang ditepiskan. Rupanya angin sore tak mampu mengungkapkan; keberadaanmu tepat pada dan untuk siapa. Kuputuskan untuk menunggu, namun elang mengadu sedu. Cakramnya menggapit sebilah ranting dengan kuat. Aku abaikan saja: memang sudah biasa. Apa yang ia perbuat? Selain mengais runtukkan besi yang sudah karat. Kutemui seorang bapak yang sudah menua. Alihnya membuatku menyipitkan kedua mata. Di punggungnya terdapat anak berwajah memelas. Katanya, "Jangan ambil nyawaku, Tuan!" Langit sudah memerah. Ombak semakin tenang dengan ang

Esensi Bahari Oleh Khilda Jung

Esensi Bahari Oleh : Khilda Jung Seketika atma terenyuh, Tuk berlabuh pada induk selabu Barisan layar kambang mengundang tabu Jauhar elok rupa pantas digugu Silam, pada kalanya kita ikat berjajar Dalam rajutan sabda filantropi terpapar Jua warita nan ayu terlatar Disuguhkan renjana hendak berikrar Dikau hirau? Dalam bahtera kita melakon alkisah Selipkan seuntai kaul terpisah Harap kukuh capai diesah Ah, afeksiku rujuk berai! Jikalau mentabu asmara terurai Walakin, malar rindu berderai-derai Perkara intisari berahi terdampar di pantai Untuk esensi berahi nan permai Tak izinku kau menitik usai Pintaku memang lancang tak etika Sekiranya, cinta pun suah tamat pada muka Rupamu jernih di mahligai atma Dibenahi dengan akhlak mutiara Benar patut pada piawai jenama Penuh definisi kehalusan perangai susila Mutiara lautan, Tak sekadar sebutan kecantikan Titik tirta segara luapkan sepadan Penghuni esensi berahi didalam tertatan Mutiara lautan, Tandanglah leny

Film Klasik Oleh Khilda Jung

Film Klasik Oleh : Khilda Jung Sudahlah Hati ini terlalu jauh berkusar pada bimbang Belum tentu sang protagon menyadari Biarkan peran figura mengitari Aku? Hanya sutradara kelas kalap Yang kalah telak pada alur kakap Alur yang ku buat seakan melesap Benar saja, Protagon tak tahu tempat beradat Bukan berwajah di tempat, malah jauh melesat Sebuah film pendek Tapi rerasan panjang jika dijabar Mungkin tak suka diumbar Atau sutradara tak punya sabar Wangon, 18 Juni 2018

Pemuja Redup Tak Reaksi Oleh Khilda Jung

Pemuja Redup Tak Reaksi Oleh : Khilda Jung  Sejatinya adalah sepadan Sajak-sajak hanya kerinduan Tak lain tak bukan tanpa rerasan Sungguh pirsawan laik bosan Ya, daku akui Seorang usang yang tak pandai berpuisi Sahaja berkutat pada emosi Nan diasuh pada pena dan diksi Sejatinya sepadan, Sejuta aksara yang baris jajaran Seribu bait yang hilang ditelan Monodefinisi, jua kerinduan Urung acuh, Lembar kosong dijajakan pena lusuh Agar menari dalam melodi ricuh Lagu lagi, kerinduan Sejatinya tak pandai dalam menafsir Apa kerinduan, apa rerasan Lagak lihai dalam bentala kidung liar Sahaja luapkan aksara di nurani Agar tercipta sepenggal ilusi Nan tercetak di gulungan memori Wangon, 17 Juni 2018
Sudut Risau Oleh : Khilda Jung Sudut Risau, Bak aini telah habis suah derainya Meratapi filantropi dirundung lena Nan terbekam dikubur masa Adakalanya daku teringat jua Tentang apa dibalik dermaga mala kelana Menyiratkan sejuta makna Namun begitu sukar diresapi artinya Entah pilu ini terkikis parah Netra pun enggan tuk mengarah Sekujur atma berbalik sudah Namun hati tak kunjung mengalah Sudut risauku Mendangu warita termangu Ditelan bisik-bisik kelabu Untuk digantikan oleh harap keliru Wangon, 16 Juni 2018